Sungai Banjir Kanal Barat Semarang yang terlihat dari sebelah Bendungan Pleret. (SM/dok)
SEMARANG – Sungai
Banjir Kanal Barat (BKB) Semarang yang telah di normalisasikan sejak tahun 2013
memberikan pengaruh kepada warga sekitar. Berbagai upaya untuk mengembangkan
potensi ekonomi di sepanjang BKB hingga saat ini perlu di gencarkan.
Banjir Kanal Barat merupakan sistem drainase terbesar
pertama di Kota Semarang. Sistem
drainase ini dibangun oleh pemerintah Belanda yang kemudian beroperasi pada
tahun 1879.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah kota menjadikan
BKB tidak hanya sebagai sistem drainase saja. Penormalisasian yang telah
dilakukan mengubah BKB menjadi destinasi wisata di Kota Semarang.
Adanya jalur jalan kaki di setiap sisi BKB membuat
daya tarik pengunjung BKB. Berbgagai aktivitas terpantu di setiap sisi BKB.
Mulai dari berolahraga atau hanya sekedar duduk-duduk menikati indahnya suasana
BKB.
“Pengunjung biasanya nongkrong, senam, olahraga pagi,
mancing. Biasanya kalua ramai itu malam-malam,” ujar salah satu Petugas
Kebersihan Sungai BKB, Surip.
Pengunjung yang tengah nogkrong di salah satu sisi Sungai BKB, Semarang. (SM/dok)
Sungai BKB yang terpisahkan oleh Jembatan BKB,
memiliki kondisi yang berbeda. Pada sebelah selatan (dari Bendungan Pleret
hingga Jembatan BKB), memiliki kondisi yang lebih nyaman tidak terlalu ramai
kendaraan. Hal tersebut membuat BKB di bagaian selatan lebih banyak pengunjung.
Terlebih pada sore hari, berbagai stan kuliner mulai memadati pinggiran jalan
BKB.
“Sini (di bagian selatan) kalau jam 5 sore keatas itu
udah banyak kuliner. Untuk yang rame itu kalo malem minggu dan jumat asalkan
tidak hujan, kalo hujan ya sepi,” jelas salah satu penjual seblak di bagian
selatan BKB, Ayu.
Walaupun BKB di selatan ramai pengungjung, namun
terdapat keresahan bagi para pedagang. Keresahan tersebut adalah mengenai
perizinan stan kuliner.
“kuliner-kuliner masih belum resmi (liar). Kelurahan
setempat belum memperbolehkan, jika ada razia dari Satpol PP yang nanggung
ya pedagangnya sendiri,” tambah Ayu.
Wawancara dengan sorang pedagang seblak, Ayu. Terlihat sedang bersiap-siap untuk membuka stan kuliner di pinggiran Sungai BKB Semarang. (SM/dok)
Sementara itu di bagian utara (dari Jembatan BKB
hingga Bendungan Gerak BKB), kondisi jalan rayanya ramai. Berbanding terbalik
dengan di bagian selatan, di bagian utara terpantau lebih sedikit pengunjung.
“Banjir kanal barat di sini (di bagian utara) tidak
bisa di gunakan buat wisata dan jualan karena buat akses ke bandara. Kalau buat
tempat wisata kuliner itu sebenarnya bagus tapi tidak mungkin karena buat akses
ke bandara,” jelas pedagang kaki lima (PKL) es kelapa, Ani.
Selain Ani, seorang pedagang yang berlokasi di dekat
Bendungan Gerak BKB yaitu Cristiana menuturkan bahwa jarang terdapat
pengunjung.
“Depan warung saya tidak ada yang jualan kalo sore.
Karena di depan situ memang tidak diperbolehkan oleh Satpol PP. Jarang banget di depan situ untuk joging di pagi atau sore hari. Buat mancing juga
jarang banget. walaupun sudah di renovasi dan di tata sebagus itu tempatnya,
sekarang juga banyak yang latihan dayung, tapi tidak ada orang sama saja.”
tuturnya.
Terkait adanya olahraga dayung di Sungai BKB bagian
utara, hal tersebut tidak berdampak pada peningkatan pendapatan para pedagang.
Pelatihan dayung yang merupakan atlit dari sekolah-sekolah dilakukan hampir setiap
hari.
Namun hal itu tidak menarik para warga maupun
pengunjung untuk melihat adanya latihan dayung. Para atlit juga mempunyai tempat
tinggal dan warung/kedai yang sudah di sediakan.
“Orang
yang Latihan dayung itu kalo sudah selesai langsung ke kosannya dan di situ ada
khusus warung buat mereka. Warga juga tidak terlalu tertarik dengan adanya para
atlit yang sedang latihan dayung. Jadi tidak mempengaruhi dagangan saya,” tambah
Cristiana.
Adanya permasalahan yang dirasakan para pedagang di
sepanjang aliran Sungai BKB, harus menjadi perhatian pemerintah setempat.
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan pada Selasa (25/7), setidaknya
terdapat 59 pertokoan, 58 kuliner, 61 home industry, dan 25 PKL di
sepanjang Sungai BKB.
Terdapatnya potensi kegiatan ekonomi di sepanjang Sungai BKB
perlu diiringi dengan pengembangan Sungai BKB yang lebih baik lagi. Mulai dari
strategi pengembangan wisaata hingga perizinan kuliner perlu segera di atasi.
“Harapannya ke
depan pengennya PKL yang berjualan di sini diresmikan, terus yang kedua tidak
bongkar pasang lah, di sediakan tempat khusus karena kan memang sini kulineran
gitu. Kayak Masjid Agung Johar aja juga dibuat seperti itu kan. Awalnya juga
berjualan tidak di perbolehkan tapi lama kelamaan dikasih tempat,” tanggap Ayu.
Penulis: Fahry Setiawan